Thursday, July 17, 2014

Perampokan Hak Penumpang oleh @BLUTransJakarta

Holla, kembali bersama saya, -Radit-, dalam Blog edisi JAKARTA BARU. Saya sebenarnya gak mau bahas kaya ginian di blog hiburan seperti ini tapi saya rasa apa yang dilakukan oleh @BLUTransJakarta dalam upayanya menyingkirkan saingan-saingan mereka sudah keterlaluan jadi saya tidak bisa menahan diri lagi.

Sebelumnya, ini ada sedikit pelajaran sejarah dari rekan saya Ratri Wibowo supaya kalian mudah mencerna apa yang saya akan bicarakan

Traja adalah layanan Bus Rapid Transit (BRT) yang dikelola oleh Unit Pengelola Transjakarta (biasa disebut BLU). Dalam pembangunan tiap koridor traja, semua trayek angkutan umum yang bersinggungan dengan koridor traja akan dihapus, lalu perusahaan-perusahaan operator pemilik trayek dilebur menjadi sebuah konsorsium yang akan menjadi operator traja di koridor tersebut.

Contohnya, dulu ada trayek Mayasari P6 (Kampung Rambutan-Grogol) dan PPD 46 (Cililitan-Grogol). Tapi saat kor 9 beroperasi akhir tahun 2010, kedua trayek ini dihapus, lalu dibentuk konsorsium Trans Mayapada Busway (TMB) yang beranggotakan Mayasari Bakti dan PPD. TMB akhirnya menjadi operator traja di kor 9, yang akan dibayar oleh BLU sesuai jumlah kilometer yang ditempuh oleh bis-bis milik TMB.

Sekilas, ini terkesan bagus karena tidak ada sistem setoran yang membuat supir ngetem di tengah jalan nunggu penumpang penuh dan bus pun relatif cepat karena memiliki jalur sendiri. Tapi pada kenyataannya, layanan TransJakarta bukannya mengungguli Metromini/Kopaja pada saat itu, tapi malah lebih buruk. Kalau diperhatikan, jumlah penumpang yang menunggu metromini di pinggir jalan lebih sedikit daripada yang menunggu di Shelter Busway. Bagaimana mungkin? Padahal, walau gak steril pun, aliran busway jauh lebih lancar daripada jalur reguler yang digunakan oleh metromini. Setelah ditelusuri, ternyata ada beberapa penyebab

  1. Di Halte Ujung, alias halte awal/akhir, pengendali dari BLU (kalau di angkutan reguler istilahnya timer) sering menahan bus yang sudah siap berangkat alias efisiensi. Tujuannya? Supaya kilometer yang mereka bayar ke operator sedikit
  2. Sopir TransJakarta sendiri juga kerap di suruh jalan dibawah 30 km/jam sebagai upaya mengurangi jumlah kilometer yang ditempuh bus dalam 1 hari.
  3. Di Jam sibuk dengan SENGAJA memerintahkan bus untuk BBG supaya kilometer yang dibayar adalah kilometer kosong yang lebih murah daripada kilometer normal.


Hal ini memberikan dampak langsung menumpuknya penumpang karena bus harus berhenti dulu untuk efisensi (padahal sama aja istilahnya ngetem. Bedanya bus ngetem di halte awal, bukan di tengah jalan).
Selain itu, dampak tak langsungnya adalah berkurangnya uang yang di terima oleh operator. Hal ini signifikan karena untuk membayar Gaji Pramudi yang ditetapkan oleh BLU, operator sudah kekurangan. Belum untuk membayar perawatan bus. Makanya jangan heran kalo ada bus yang mogok, copot ban, meledak, terbakar, pintu copot, dsb.

Hal ini membuat banyak penumpang (yang sanggup) untuk meninggalkan TransJakarta, misal dengan membeli motor, mobil, atau beralih ke angkutan lain. Tentu saja, dengan dihapusnya banyak angkutan yang trayeknya bersinggungan, banyak juga penumpang yang tidak punya pilihan dan tetap menggunakan TransJakarta

Oleh karena itulah, Pemprov DKI memerintahkan peremajaan angkutan-angkutan umum untuk bis sedang dan bis kota. Selain itu, spesifikasinya pun diubah dengan mengharuskan adanya pintu tinggi pada bus-bus yang trayeknya akan bersinggungan dengan Busway.

Hal ini dikarenakan Pemprov mulai mempertimbangkan memberikan saingan bagi BLU agar pelayanan membaik. Secara bertahap, Bus sedang mulai diintegrasikan dengan busway sehingga ritase bus-bus tersebut meningkat karena busway yang relatif lebih lancar. Bus bus ini disebut Bus Kota Terintergasi Busway atau BKTB.

Selain itu, Pemprov juga menghidupkan rute-rute dari daerah-daerah penyangga seperti Bekasi, Bogor, Tangerang (Depok sampai saat ini menolak adanya Angkutan Perbatasan). Angkutan ini dinamakan Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway atau APTB. Tujuannya, agar para pengguna kendaraan pribadi mau beralih karena kemudahan berpindah moda dari APTB ke TransJakarta.

Pada tahap awal, APTB tidak diminati karena perencanaan rute yang (maaf) bodoh. APTB yang paling pertama adalah Bekasi-Pulogadung. Padahal, TransJakarta dari Pulogadung, baik yang mengarah Harmoni maupun Dukuh Atas, adalah rute dengan pelayanan yang paling buruk. Tak ayal, rute ini pun mati.

Salah satu rute APTB yang mulai banyak peminatnya adalah rute Ciputat Kota karena rutenya langsung membelah pusat kota dan memberikan kemudahan bagi pengguna yang bekerja di Sudirman-Thamrin. Atas dasar inilah banyak rute APTB setelahnya langsung membawa penumpang dari daerah penyangga untuk menuju pusat kota.

Tentu saja, operator APTB pun merugi karena dengan adanya penumpang dalam koridor, penumpang terangkut, tapi mereka tidak mendapatkan bayaran apa-apa. Untuk mengatasi ini diterbitkanlah tiket dalam koridor. Penggagas tiket ini adalah operator APTB Cibinong Grogol, Mayasari Bakti. Dengan tiket ini, Operator mendapatkan bayaran, penumpang pun mempunyai alternatif selain kaleng kerupuk bernama TransJakarta.

Seiring bertambahnya rute APTB, penumpang pun mulai beralih karena headway APTB lebih sempit, busnya pun lebih nyaman, dan tak jarang rute APTB adalah rute lintas koridor sehingga penumpang tidak perlu transit (misal Transit Laknat Semanggi). Semakin ke sini, operator APTB pun tidak hanya dikelola oleh beberapa operator saja, tapi banyak operator lain yang ingin masuk ke jaringan busway agar bisa merasakan keuntungan jalur yang lancar. Pada awalnya, hanya ada 3 operator (PPD, MB, dan BMP). Sekarang sudah ada 6 dengan masuknya Hiba, Sinar Jaya, dan Agra Mas. Tiket yang dijual pun berubah seiring dengan bertambahnya operator.

Tentu saja, dengan banyak penumpang yang beralih ke APTB, BLU mengalami kemerosotan. Oleh karena itu, Kepala Dinas Perhubungan yang sebelumnya merupakan Kepala BLU, Muhammad Akbar, memutuskan untuk tidak mengeluarkan izin untuk APTB (Baca: Metromini AC Belum Bisa Masuk TransJakarta).

Bilangnya sih belum, tapi sejujurnya dia tidak mau mengeluarkan izinnya. Padahal Baik Kopaja, Metromini, APTB sudah menambah Armada dan siap melayani rute-rute yang mereka miliki dan menambah rute (MM AC 640, Kopaja AC 19 dan 66) dan sudah lama meminta izin. Berdasarkan info malah ada armada APTB baru di pool Cijantung. Tujuannya simple, agar penumpang tidak memiliki pilihan kecuali naik TransJakarta.

Tentu saja, sebenarnya sudah terlambat karena saat ini APTB sudah menguasai rute-rute kunci yang padat penumpang. Misalnya saja di koridor 9, akan lebih mudah menemukan APTB daripada TransJakarta.
Karena itu pula, BLU (sekarang disebut Unit Pengelola TransJakarta) serta PT Transportasi Jakarta, sebuah BUMD yang akan mengoperasikan TransJakarta ke depannya, menjalankan sebuah taktik licik yang menjamin akan ‘memaksa’ penumpang membeli tiket TransJakarta. Pada 1 Agustus nanti, Mereka akan menarik semua penjualan tiket BKTBdan APTB, baik dalam maupun luar koridor sehingga penumpang yang ingin masukhalte, mau gak mau harus beli tiket TransJakarta untuk masuk. Seandainya mau ke Cibinong, di dalam bus akan dikenakan tarif 12 ribu sehingga total biaya menjadi Rp. 15.500

Intinya, UP dan PT TJ berniat untuk MERAMPOK penumpang yang ingin naik APTB dengan ‘uang rokok’ 3500 sebagai imbalan boleh masuk halte. Kalau gini, apanya yang terintegrasi? Cuma jalurnya, tiketnya harus bayar dua kali. Hebat sebenernya taktik ini. Licik luar biasa. Dengan memaksa penumpang beli tiket 3500, mereka masih mendapat uang walaupun pelayanan mereka NOL BESAR. Yang dirugikan? PENUMPANG. Kenapa? Biaya perjalanan membengkak (jangan remehkan 3500). Kalau begini sih, jangan harap kemacetan akan teratasi karena penumpang bisa saja kembali ke kendaraan pribadi karena merasa dipersulit saat naik angkutan umum.

Sekian aja rant dari saya. Silahkan kalau mau berkomentar atau menyanggah
-Radit-

No comments: