Friday, July 25, 2014

Mengungkap Kebusukan @BLUTransJakarta dan PT Transportasi Jakarta

Holla. Kembali lagi bersama saya -Radit-.

Dalam tulisan ini saya akan mengungkap segala busuk dari pengelola TransJakarta yang saat ini di pegang oleh Unit Pengelola TransJakarta dan PT Transportasi Jakarta.

Mungkin pembaca bosan dengan tulisan yang beraroma kemarahan kepada kedua pihak pengelola TJ ini. Oleh karena itu, saya tidak akan berpanjang-panjang tapi akan langsung ke Inti.

Dalam dua tulisan saya sebelumnya, saya sudah memaparkan bahwa TransJakarta berencana menarik ‘uang preman’ dari penumpang dengan menghapus semua tiket non TransJakarta. Itu artinya, bila ingin menaiki Kopaja harus membayar 3500+5000. Sama halnya bila ingin ke Cibinong, harus membayar 3500+12000. Intinya, sebelum bisa menggunakan Jasa APTB/BKTB harus membayar dulu ‘uang preman’ tiket TransJakarta yang tidak akan kita gunakan.

Kalau di analogiin, misalnya kita mau theater nih (karena mayoritas yang baca ini FJKT48), tapi kita dipaksa bayar dulu 50 ribu untuk uang masuk, baru bisa beli tiket 100/50ribu. Atau kalo mau lebih umum, sebelum kita bisa beli sayur, kita mesti ngasih uang rokok dulu ke abang sayurnya.

Tentu saja ini merugikan bukan? Alibinya TransJakarta sih katanya karena mau ada penerapan E-Ticket jadi tidak bisa menjual tiket kertas lagi. Tapi saya bilang itu tai kuda. Kenapa? Karena selama ini penerapan E-Ticket masih bisa dibarengi dengan penjualan tiket single trip.

Kemungkinan besar penghapusan tiket non-TJ ini hanya akal-akalan TJ agar penumpang APTB kembali ke TransJakarta. Karena seperti yang terlihat di lapangan, pelayanan APTB JAUH LEBIH BAGUS daripada Pelayanan TransJakarta. Bahkan KOPAJA pun pelayanannya jauh lebih baik. Selain itu, kalau tidak ada penjualan tiket APTB dan penumpang TransJakarta pun ‘dipaksa’ membeli e-ticket, petugas-petugas yang biasa jual tiket jadi nganggur dong.

Seperti yang saya uraikan diatas, alasan kalau penerapan e-ticket bikin mereka gak bisa jual tiket APTB adalah bullsh*t. Mereka bakal kelebihan petugas dan loket jadi tidak berguna. Dari segi teknologi pun, aneh kalau TransJakarta tidak bisa menerapkan 3-4 tarif di E-ticket ini.

Alasan sesungguhnya dari penerapan kebijakan ini adalah karena TJ menganggap APTB mencuri rute mereka. Jujur saya sendiri agak bingung dengan alasan ini karena seingat saya TJ tidak mempunyai Rute ke Cibinong, Cileungsi, Ciputat, Poris, Bekasi, Bogor, Tangerang dan Cikarang.

Kenapa mereka menanggap APTB mencuri rute mereka? Karena banyak sekali penumpang yang beralih ke APTB. Bahkan sewaktu saya melakukan survey kecil-kecilan, banyak yang membeli tiket APTB karena muak menunggu TransJakarta. Bahkan ada penumpang yang bilang kalau dia lebih senang naik APTB dibanding “bus rongsokan” (ini benar-benar keluar dari mulutnya). Selain itu, saya sendiri pernah menguping pembicaraan petugas tiket dan gate yang membicarakan banyaknya penumpang yang beli APTB.

Jadi, alasan yang sesungguhnya dari penghapusan tiket adalah untuk berusaha merebut kembali penumpang mereka. Sayangnya, tampaknya penumpang APTB pun sudah siap dengan kebijakan tolol ini karena mereka siap naik dari pinggir dan menolak memberi seperserpun duit mereka kepada PT TJ (Saya termasuk dalam gerakan ini). Memang bahaya dan melanggar aturan. Tapi hak kami untuk naik APTB juga di potong, jadi kami TERPAKSA mesti naik dari pinggir.

Saran aja untuk PT TJ dan UP TJ. Kalau mau penumpang balik, kembalikan pelayanan kalian. Jangan ada lagi nunggu bus sampe 1 jam (jangan bilang macet. APTB bisa tepat waktu. Padahal jalurnya sama lho). Kalau kalian bisa menjaga aliran bus seperti yang dilakukan APTB, penumpang pun akan beralih kembali ke kalian. Selain itu, jaga kondisi bus biar gak kaya naik kaleng. Saya Sempat naik salah satu Traja baru kalian dan itu sudah panas+mesinnya ngadat. Terakhir, UTAMAKAN PENUMPANG. JANGAN UTAMAKAN DUIT. Udah jadi pengetahuan publik kalau terlambatnya bus adalah karena di tahan di halte awal.

Sekian aja dari saya. Mungkin ada yang mau nambahin unek-unek pahit naik TransJakarta?

-Radit-

PS: Woi BLU! Bayar itu uang operator. Kasian mereka gak bisa bayar THR Karyawannya. Mayasari aja udah dari tanggal 18 kemaren dan ada plus-plusnya. Masa kalian yang disubsidi pemprov gak bisa?

Friday, July 18, 2014

Mohon Bantuannya

Untuk para pembaca blog kami, kami mohon bantuannya untuk menandatangani petisi untuk menolak penghapusan tiket APTB/BKTB yang akan membuat biaya perjalanan ribuan penumpang membengkak.

Memang kesempatannya kecil, tapi tak ada salahnya berusaha

Mohon bantuannya :)

-Light-

Sign Here!

Thursday, July 17, 2014

Matinya Semangat Melawan Kemacetan

Seperti yang kita tahu, BLU TransJakarta dan PT TransJakarta akan segera menghapus tiket APTB dan BKTB karena mereka anggap APTB dan BKTB merebut penumpang mereka. Saya sendiri termasuk penumpang yang beralih dari TransJakarta ke APTB karena muak dengan pelayanan BLU yang sangat, sangat, SANGAT buruk.
Foto dari @BisKota_

Adanya APTB dan BKTB sejujurnya adalah langkah brilian untuk mengatasi kemacetan serta memperbaiki transportasi umum. Kenapa? Rekan saya, Ratri Wibowo menjelaskan alasan-alasannya


  1. Jalur busway kosong dan mubazir karena traja jarang melintas. Kenapa gak pindahin aja angkutan umum dari jalur reguler masuk ke jalur busway? Keuntungan yang didapat adalah penumpang reguler gak perlu kena macet lagi di jalur reguler, dan penumpang traja kini gak lagi ketergantungan nunggu traja karena sudah ada alternatif Kopaja AC/APTB/dll. Selain itu, dengan berpindahnya bis-bis reguler masuk ke jalur busway, kemacetan di jalur reguler juga akan sedikit berkurang.
  2. BLU gak perlu keluarin biaya sepeserpun. Semua bis Kopaja AC/APTB/dll dibeli sendiri oleh masing-masing operatornya. BLU juga gak perlu bayar kilometer ke operator Kopaja AC/APTB/dll karena mereka sendiri yang langsung terima uang dari penumpang.
  3. Pemprov DKI mengakhiri monopoli di jalur busway oleh BLU, dengan harapan agar pelayanan BLU bisa berubah jadi bagus karena BLU sekarang punya pesaing. Contoh paling gampang yaitu Pertamina, dulu pelayanan SPBU nya bobrok, tapi setelah Shell & Total bisa masuk bisnis SPBU di Indonesia akhirnya Pertamina bisa berubah jadi lebih baik.

Namun apa yang terjadi? BLU justru mengakali saingan mereka dengan sengaja tidak menjual tiket BKTB atau APTB dengan alasan HABIS/Tidak dikasi. Dan sekarang, mereka akan membuat kecurangan itu legal dengan memberlakukan aturan HANYA TIKET TRANSJAKARTA YANG BISA MASUK HALTE.
Tentu saja, ini merepotkan dan merugikan untuk yang keluar koridor karena mereka harus bayar dua kali. Untuk yang didalam koridor pun harus dua kali bayar.

Langkah dari BLU dan PT TJ ini jelas mempertanyakan komitmen mereka untuk memerangi kemacetan Jakarta. Kenapa? Karena mungkin saja ada penumpang yang kembali ke mobil pribadi karena tidak mau repot dengan beli tiket dua kali. Lagipula, siapa juga yang mau bayar tiket TransJakarta kalau dia tahu dia TIDAK akan menggunakan TransJakarta.

Dalam tahap di mana MRT sedang dibangun dan kemacetan makin menjadi, seharusnya BLU menghargai adanya APTB karena mempercepat sirkulasi bus dan penumpang cepat terangkut. Sayangnya, dalam pemikiran BLU maupun PT TJ, yang penting adalah UANG. Mana peduli mereka dengan penumpang yang menunggu 1-2 jam di halte. Mana peduli mereka dengan penumpang yang uangnya tidak berlimpah. Sudah cukup buruk mereka memaksa penumpang beli e-ticket, sekarang mereka mau mempersulit penumpang yang langganan APTB dan BKTB.

Yang penting mereka untung. Tidak ada dipikiran mereka untuk sekali saja “Penumpang harus terangkut”. Saya ingat ketika banjir dulu sekitar ratusan penumpang ditelantarkan di Harmoni setelah menunggu 3 jam dengan alasan jalur gak bisa dilewati. Memang tidak bisa dilewati, tapi ya jangan setelah nunggu 3 jam dong. Jadi penumpang bisa memutuskan untuk beralih ke moda lain.

Tapi yah, sekali lagi, memang kayanya yang ada di pikiran BLU dan PT TJ hanyalah uang. Tidak ada sedikitpun keinginan membantu pemprov mengatasi macet dengan menyediakan layanan yang Prima.


-Radit-

Perampokan Hak Penumpang oleh @BLUTransJakarta

Holla, kembali bersama saya, -Radit-, dalam Blog edisi JAKARTA BARU. Saya sebenarnya gak mau bahas kaya ginian di blog hiburan seperti ini tapi saya rasa apa yang dilakukan oleh @BLUTransJakarta dalam upayanya menyingkirkan saingan-saingan mereka sudah keterlaluan jadi saya tidak bisa menahan diri lagi.

Sebelumnya, ini ada sedikit pelajaran sejarah dari rekan saya Ratri Wibowo supaya kalian mudah mencerna apa yang saya akan bicarakan

Traja adalah layanan Bus Rapid Transit (BRT) yang dikelola oleh Unit Pengelola Transjakarta (biasa disebut BLU). Dalam pembangunan tiap koridor traja, semua trayek angkutan umum yang bersinggungan dengan koridor traja akan dihapus, lalu perusahaan-perusahaan operator pemilik trayek dilebur menjadi sebuah konsorsium yang akan menjadi operator traja di koridor tersebut.

Contohnya, dulu ada trayek Mayasari P6 (Kampung Rambutan-Grogol) dan PPD 46 (Cililitan-Grogol). Tapi saat kor 9 beroperasi akhir tahun 2010, kedua trayek ini dihapus, lalu dibentuk konsorsium Trans Mayapada Busway (TMB) yang beranggotakan Mayasari Bakti dan PPD. TMB akhirnya menjadi operator traja di kor 9, yang akan dibayar oleh BLU sesuai jumlah kilometer yang ditempuh oleh bis-bis milik TMB.

Sekilas, ini terkesan bagus karena tidak ada sistem setoran yang membuat supir ngetem di tengah jalan nunggu penumpang penuh dan bus pun relatif cepat karena memiliki jalur sendiri. Tapi pada kenyataannya, layanan TransJakarta bukannya mengungguli Metromini/Kopaja pada saat itu, tapi malah lebih buruk. Kalau diperhatikan, jumlah penumpang yang menunggu metromini di pinggir jalan lebih sedikit daripada yang menunggu di Shelter Busway. Bagaimana mungkin? Padahal, walau gak steril pun, aliran busway jauh lebih lancar daripada jalur reguler yang digunakan oleh metromini. Setelah ditelusuri, ternyata ada beberapa penyebab

  1. Di Halte Ujung, alias halte awal/akhir, pengendali dari BLU (kalau di angkutan reguler istilahnya timer) sering menahan bus yang sudah siap berangkat alias efisiensi. Tujuannya? Supaya kilometer yang mereka bayar ke operator sedikit
  2. Sopir TransJakarta sendiri juga kerap di suruh jalan dibawah 30 km/jam sebagai upaya mengurangi jumlah kilometer yang ditempuh bus dalam 1 hari.
  3. Di Jam sibuk dengan SENGAJA memerintahkan bus untuk BBG supaya kilometer yang dibayar adalah kilometer kosong yang lebih murah daripada kilometer normal.


Hal ini memberikan dampak langsung menumpuknya penumpang karena bus harus berhenti dulu untuk efisensi (padahal sama aja istilahnya ngetem. Bedanya bus ngetem di halte awal, bukan di tengah jalan).
Selain itu, dampak tak langsungnya adalah berkurangnya uang yang di terima oleh operator. Hal ini signifikan karena untuk membayar Gaji Pramudi yang ditetapkan oleh BLU, operator sudah kekurangan. Belum untuk membayar perawatan bus. Makanya jangan heran kalo ada bus yang mogok, copot ban, meledak, terbakar, pintu copot, dsb.

Hal ini membuat banyak penumpang (yang sanggup) untuk meninggalkan TransJakarta, misal dengan membeli motor, mobil, atau beralih ke angkutan lain. Tentu saja, dengan dihapusnya banyak angkutan yang trayeknya bersinggungan, banyak juga penumpang yang tidak punya pilihan dan tetap menggunakan TransJakarta

Oleh karena itulah, Pemprov DKI memerintahkan peremajaan angkutan-angkutan umum untuk bis sedang dan bis kota. Selain itu, spesifikasinya pun diubah dengan mengharuskan adanya pintu tinggi pada bus-bus yang trayeknya akan bersinggungan dengan Busway.

Hal ini dikarenakan Pemprov mulai mempertimbangkan memberikan saingan bagi BLU agar pelayanan membaik. Secara bertahap, Bus sedang mulai diintegrasikan dengan busway sehingga ritase bus-bus tersebut meningkat karena busway yang relatif lebih lancar. Bus bus ini disebut Bus Kota Terintergasi Busway atau BKTB.

Selain itu, Pemprov juga menghidupkan rute-rute dari daerah-daerah penyangga seperti Bekasi, Bogor, Tangerang (Depok sampai saat ini menolak adanya Angkutan Perbatasan). Angkutan ini dinamakan Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway atau APTB. Tujuannya, agar para pengguna kendaraan pribadi mau beralih karena kemudahan berpindah moda dari APTB ke TransJakarta.

Pada tahap awal, APTB tidak diminati karena perencanaan rute yang (maaf) bodoh. APTB yang paling pertama adalah Bekasi-Pulogadung. Padahal, TransJakarta dari Pulogadung, baik yang mengarah Harmoni maupun Dukuh Atas, adalah rute dengan pelayanan yang paling buruk. Tak ayal, rute ini pun mati.

Salah satu rute APTB yang mulai banyak peminatnya adalah rute Ciputat Kota karena rutenya langsung membelah pusat kota dan memberikan kemudahan bagi pengguna yang bekerja di Sudirman-Thamrin. Atas dasar inilah banyak rute APTB setelahnya langsung membawa penumpang dari daerah penyangga untuk menuju pusat kota.

Tentu saja, operator APTB pun merugi karena dengan adanya penumpang dalam koridor, penumpang terangkut, tapi mereka tidak mendapatkan bayaran apa-apa. Untuk mengatasi ini diterbitkanlah tiket dalam koridor. Penggagas tiket ini adalah operator APTB Cibinong Grogol, Mayasari Bakti. Dengan tiket ini, Operator mendapatkan bayaran, penumpang pun mempunyai alternatif selain kaleng kerupuk bernama TransJakarta.

Seiring bertambahnya rute APTB, penumpang pun mulai beralih karena headway APTB lebih sempit, busnya pun lebih nyaman, dan tak jarang rute APTB adalah rute lintas koridor sehingga penumpang tidak perlu transit (misal Transit Laknat Semanggi). Semakin ke sini, operator APTB pun tidak hanya dikelola oleh beberapa operator saja, tapi banyak operator lain yang ingin masuk ke jaringan busway agar bisa merasakan keuntungan jalur yang lancar. Pada awalnya, hanya ada 3 operator (PPD, MB, dan BMP). Sekarang sudah ada 6 dengan masuknya Hiba, Sinar Jaya, dan Agra Mas. Tiket yang dijual pun berubah seiring dengan bertambahnya operator.

Tentu saja, dengan banyak penumpang yang beralih ke APTB, BLU mengalami kemerosotan. Oleh karena itu, Kepala Dinas Perhubungan yang sebelumnya merupakan Kepala BLU, Muhammad Akbar, memutuskan untuk tidak mengeluarkan izin untuk APTB (Baca: Metromini AC Belum Bisa Masuk TransJakarta).

Bilangnya sih belum, tapi sejujurnya dia tidak mau mengeluarkan izinnya. Padahal Baik Kopaja, Metromini, APTB sudah menambah Armada dan siap melayani rute-rute yang mereka miliki dan menambah rute (MM AC 640, Kopaja AC 19 dan 66) dan sudah lama meminta izin. Berdasarkan info malah ada armada APTB baru di pool Cijantung. Tujuannya simple, agar penumpang tidak memiliki pilihan kecuali naik TransJakarta.

Tentu saja, sebenarnya sudah terlambat karena saat ini APTB sudah menguasai rute-rute kunci yang padat penumpang. Misalnya saja di koridor 9, akan lebih mudah menemukan APTB daripada TransJakarta.
Karena itu pula, BLU (sekarang disebut Unit Pengelola TransJakarta) serta PT Transportasi Jakarta, sebuah BUMD yang akan mengoperasikan TransJakarta ke depannya, menjalankan sebuah taktik licik yang menjamin akan ‘memaksa’ penumpang membeli tiket TransJakarta. Pada 1 Agustus nanti, Mereka akan menarik semua penjualan tiket BKTBdan APTB, baik dalam maupun luar koridor sehingga penumpang yang ingin masukhalte, mau gak mau harus beli tiket TransJakarta untuk masuk. Seandainya mau ke Cibinong, di dalam bus akan dikenakan tarif 12 ribu sehingga total biaya menjadi Rp. 15.500

Intinya, UP dan PT TJ berniat untuk MERAMPOK penumpang yang ingin naik APTB dengan ‘uang rokok’ 3500 sebagai imbalan boleh masuk halte. Kalau gini, apanya yang terintegrasi? Cuma jalurnya, tiketnya harus bayar dua kali. Hebat sebenernya taktik ini. Licik luar biasa. Dengan memaksa penumpang beli tiket 3500, mereka masih mendapat uang walaupun pelayanan mereka NOL BESAR. Yang dirugikan? PENUMPANG. Kenapa? Biaya perjalanan membengkak (jangan remehkan 3500). Kalau begini sih, jangan harap kemacetan akan teratasi karena penumpang bisa saja kembali ke kendaraan pribadi karena merasa dipersulit saat naik angkutan umum.

Sekian aja rant dari saya. Silahkan kalau mau berkomentar atau menyanggah
-Radit-